Minggu, 24 November 2024

Ekonom Mengingatkan Pemerintah Tingkatan Jumlah Investasi yang Masuk ke Daerah

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi.

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, perekonomian Indonesia tumbuh impresif di angka 5,3 persen (year on year) pada tahun 2022 berkat tingginya konsumsi dalam negeri serta ekspor dan investasi yang berjalan baik.

Selain ekonomi yang tumbuh positif di tengah tantangan global, Indonesia juga menjadi mesin ekonomi utama di Asia Tenggara yang melingkupi 40 persen populasi Asia Tenggara dan 35 persen dari produk domestik bruto (PDB) kawasan Asia Tenggara.

“Akses ke Indonesia berarti masuk di salah satu kawasan paling stabil secara politik dan ekonomi di dunia. Investor harus mempertimbangkan Indonesia sebagai pasar, basis produksi, dan pusat ekspor,” ujar Menko Perekonomian, Rabu (1/3/2023), di Jakarta.

Menurut Yusuf Wibisono Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), agenda menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di masa resesi global sebaiknya difokuskan pada tiga hal.

Yaitu perekonomian daerah, insentif pada sektor informal yang menjadi penyelamat saat masa krisis, serta menjaga inflasi pangan.

Dia bilang, investasi harus didorong untuk lebih ke daerah, mengembangkan sektor yang lesu karena pandemi mau pun menopang perekonomian.

Yusuf menyebut sedikitnya ada tiga sektor yang terdampak pelemahan ekonomi dunia, yaitu komoditas, industri manufaktur dan pariwisata.

“Strategi terbaik untuk menjaga momentum pertumbuhan daerah di masa resesi global adalah mengarahkan investasi publik yang optimal di sektor-sektor tersebut, dengan diiringi dukungan regulasi dan kelembagaan yang optimal,” ucapnya kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).

Selanjutnya, Yusuf mengingatkan Pemerintah menjaga inflasi pangan.

“Menjaga daya beli rakyat dengan mengintensifkan program bantuan sosial (bansos) dan juga menjaga inflasi, terutama inflasi pangan. Fokus menekan inflasi pangan menjadi krusial karena harga pangan cenderung fluktuatif, sangat mudah melonjak ketika terjadi gangguan dalam produksi atau rantai pasok,” jelasnya.

Mengintensifkan bansos untuk menjaga daya beli masyarakat, lanjut Yusuf, menjadi faktor penting terutama untuk akses rakyat pada urusan pangan.

Inflasi pangan yang tinggi akan berdampak besar bagi daya beli masyarakat terutama kelas menengah bawah. Karena, pangan merupakan komponen terbesar pengeluaran mereka.

Kalau inflasi pangan tidak bisa dikendalikan, maka ke depan angka kemiskinan bakal melonjak.

“Agenda menekan inflasi pangan yang terpenting adalah mengamankan produksi pangan domestik, terutama dengan menjamin ketersediaan dan stabilitas harga input pertanian di tingkat petani, terutama benih, pupuk dan pengairan,” paparnya.

Pemerintah, sambung Yusuf, harus memperhatikan komoditas pangan utama seperti beras, kedelai, jagung, daging ayam, telur ayam, gula dan minyak goreng.

“Mengamankan produksi domestik krusial karena surplus pangan kita tipis,” tandasnya.

Sementara itu, Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia tahun 2023 cukup berat untuk mengulang kesuksesan tahun sebelumnya.

Faisal menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia tahun lalu banyak didorong harga komoditas yang melambung tinggi. Karena sektor konsumsi rumah tangga dan investasi belum mampu pulih seperti saat sebelum pandemi, meski cenderung menguat.

“Lalu kenapa bisa tumbuh 5,3 persen? Itu karena banyak ditolong kondisi eksternal. Harga komoditas yang membuat net surplus kita sangat besar. Sehingga, mendorong pertumbuhan ekonomi lebih dari lima persen,” sebutnya.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan Indonesia harus bekerja ekstra keras untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi tahun 2022 lantaran kondisi eksternal masih belum stabil.

Beberapa negara besar mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa masih belum sepenuhnya bangkit dari keterpurukan ekonomi. Hal itu sangat berpengaruh pada penurunan faktor permintaan (demand).

“Karena faktor penentunya adalah kondisi eksternal yang justru pada tahun ini mengalami tekanan dari sisi demand, terutama di negara-negara yang menjadi mitra utama, yang juga ekonomi terbesar yang mempengaruhi negara-negara emerging market seperti Indonesia, Amerika, dan Uni Eropa yang mengalami penurunan demand. Artinya ekspor Indonesia akan berkurang,” tambahnya.

Walau begitu, Indonesia masih bisa berharap pada harga komoditas di pasar global. Kendati sudah melewati masa puncak, harga komoditas diprediksi relatif lebih tinggi dibanding saat prapandemi.

“Itu membuat net ekspor kita tetap cukup besar pada tahun ini. Tetap surplus, dan itu akan membantu pertumbuhan ekonomi tahun 2023,” tutup Faisal.(rid/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
28o
Kurs